Korban Tewas Banjir Sri Lanka Bertambah Jadi 607 Orang

Korban Tewas Banjir Sri Lanka Bertambah Jadi 607 Orang. Pagi ini, 6 Desember 2025, Sri Lanka kembali didera duka mendalam ketika angka korban tewas akibat banjir dan longsor pasca-Siklon Ditwah mencapai 607 orang. Pusat Manajemen Bencana nasional melaporkan peningkatan drastis ini setelah tim penyelamat menemukan ratusan jenazah di daerah terpencil, terutama di distrik pusat dan utara yang hancur lebur. Apa yang dimulai sebagai hujan deras akhir November kini jadi bencana alam terburuk dalam dua dekade, memengaruhi hampir satu juta jiwa di 25 distrik. Kolombo dan sekitarnya, termasuk Wellampitiya, masih terendam, sementara longsor lumpur menenggelamkan desa-desa utuh. Presiden Anura Kumara Dissanayake menyebut ini “tantangan terbesar sejarah negara”, dengan 366 orang masih hilang dan puluhan ribu mengungsi. Di tengah krisis ekonomi pasca-pandemi, bencana ini tak hanya rampas nyawa, tapi juga ancam ketahanan pangan dan kesehatan masyarakat. BERITA BOLA

Dampak Manusiawi yang Menghancurkan: Korban Tewas Banjir Sri Lanka Bertambah Jadi 607 Orang

Tragedi ini tak pandang bulu: anak-anak, lansia, dan keluarga miskin jadi korban utama. Di Anuradhapura, helikopter evakuasi menyelamatkan ratusan dari pohon kelapa dan atap rumah, tapi banyak yang tak sempat—seperti kasus dua bayi dan anak berusia 10 tahun di rumah sakit Chilaw yang nyaris tewas. Lebih dari 833 ribu orang butuh bantuan mendesak, dengan 148 ribu mengungsi ke tempat penampungan sementara yang penuh sesak. Rumah sakit banjir parah, pasien kritis dipindah helikopter, sementara sistem kesehatan yang rapuh kini kolaps total. Di Ma Oya, warga seperti Hasitha Wijewardena masih gali lumpur dari rumahnya, sambil cerita bagaimana banjir rampas segalanya dalam semalam. Anak-anak trauma berat, banyak yang kehilangan orang tua, sementara perempuan dan balita paling rentan kelaparan. Pemerintah catat 3.000 rumah hancur, tapi angka sebenarnya kemungkinan lebih tinggi, mengingat akses ke daerah pedalaman sulit.

Upaya Penyelamatan dan Bantuan Internasional: Korban Tewas Banjir Sri Lanka Bertambah Jadi 607 Orang

Respons darurat berlangsung nonstop: 24 ribu personel polisi, tentara, angkatan laut, dan udara dikerahkan, dari evakuasi darurat hingga distribusi makanan di masjid-masjid seperti Dalugala Thakiya. Helikopter Bell 212 angkut korban, meski satu unit jatuh ke sungai—untung tak ada korban jiwa tambahan. Listrik, air bersih, dan komunikasi pulih bertahap di sepertiga wilayah, tapi transformer dan saluran rusak parah. Bantuan internasional mengalir deras: India kirim pesawat penuh suplai dan tim medis, Perdana Menteri Narendra Modi ungkapkan duka sekaligus janji tambahan. Pakistan dan Jepang depLOY tim penyelamat, sementara PBB melalui OCHA koordinasi logistik untuk jangkau satu juta korban. Presiden deklarasikan darurat nasional, minta donor global bantu rekonstruksi. Di lapangan, relawan sipil siapkan nasi bungkus dengan ayam dan kari kacang, tapi tantangan logistik tetap: jalan tol amblas, jembatan roboh, dan cuaca tak menentu hambat truk bantuan.

Penyebab dan Risiko Jangka Panjang

Siklon Ditwah, yang mendarat akhir November, picu hujan deras melebihi rekor 2016—saat 71 orang tewas. Bendungan jebol di Kolombo tambah parah banjir, longsor lumpur kubur lingkungan di Wellampitiya. Perubahan iklim perburuk semuanya: pola musim tak terduga, urbanisasi liar hilangkan hutan penahan air, dan infrastruktur usang tak tahan beban. Wilayah utara seperti Malwana hadapi banjir terburuk dalam dekade, dengan sungai Kelani meluap 20 km dari ibu kota. Ahli prediksi musim hujan 2026 lebih ganas jika emisi global tak ditekan, sementara backlog bencana di Asia Tenggara—termasuk 604 tewas di Indonesia—ingatkan urgensi adaptasi. Di Sri Lanka, rekonstruksi butuh miliaran, tapi ekonomi lemah pasca-krisis 2022 bikin pemulihan lambat. Warga khawatir: tanpa drainase baru dan reboisasi, longsor bisa ulang kapan saja.

Kesimpulan

Banjir Sri Lanka yang rampas 607 nyawa jadi pukulan telak bagi bangsa yang sudah rapuh, tapi juga panggilan bangkit bersama. Dengan bantuan global mengalir dan militer all-out, harapan pulih mulai terlihat—meski luka emosional butuh waktu lama. Presiden janji bangun kembali lebih tangguh, fokus pada peringatan dini dan infrastruktur hijau. Bagi dunia, ini reminder: perubahan iklim tak pandang batas, dan solidaritas adalah senjata terbaik lawan bencana. Sri Lanka butuh kita sekarang—donasi, doa, atau tekanan kebijakan global. Di balik lumpur dan air mata, ketangguhan warga ini pasti lahirkan cerita baru: bukan akhir, tapi awal perjuangan untuk masa depan lebih aman. Tetap pantau, dan ingat—setiap tindakan kecil bisa selamatkan nyawa besok.

BACA SELENGKAPNYA DI…